Departemen
Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran
Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara
Pendahuluan
Pendahuluan
Dalam praktik kedokteran, diuretik merupakan salah
satu jenis obat yang penggunaannya cukup sering. Dalam sebuah survey yang
dilakukan oleh G. Edward Miller dan Alok Doshi pada tahun 2003 yang dipublis
dalam sebuah artikel di Medical Expenditure Panel Survey pada Maret 2006 dikatakan bahwa penggunaan
diuretik pada pasien hipertensi dewasa, penggunaannya mencapai 52,6 % dari berbagai macam obat
hipertensi1. Dimana kita ketahui bahwa penyakit hipertensi sendiri
merupakan penyakit yang lazim ditemukan di masyarakat. Diuretik merupakan
senyawa obat yang dapat meningkatakan pembentukan urin pada tubuh2, dimana mengakibatkan
terjadinya peningkatan diuresis, yang berarti memperbanyak kemih, baik volume
maupun banyaknya kali berkemih. Fungsi dari diuretik adalah mempengaruhi mekanisme
fungsi ginjal dalam eksresi kemih2,4.
Dari segi mekanisme kerjanya diuretik memiliki dua
golongan besar yaitu :
1.
Penghambat mekanisme
transpor elektrolit dalam tubuli ginjal. Merupakan sekelompok diuretik
yang bekerja memanipulasi fungsi dari tulubus ginjal tempat terjadinya
pertukaran elektrolit pada tubuh. Golongan obat ini dapat dibagi menjadi :
a.
Diuretik
kuat
b.
Diuretik
tiazid
c.
Diuretik
hemat kalium
d.
Diuretik
penghambat karbonik anhidrase.
2.
Diuretik osmotik. Golongan diuretik ini
bekerja mengubah tekan osmotik tubuh.
Penggunaan
dalam klinik menyesuaikan terhadap kondisi klinik yang diinginkan untuk dicapai
sehingga kondisi homeostasis dapat dicapai kembali2,4.
Diuretik
Kuat
Disebut diuretik kuat atau high ceiling diuretics karena efek nya dalam pembentukan urin
sangat kuat dan cepat dibandingkan
dengan diuretik lainnya, sehingga sering digunakan pada kondisi dimana
diperlukan pengeluaran urin yang cepat dan banyak, misalnya dalam kasus gagal
jantung kongesti, udema paru akut, asites pada rongga abdomen. Tempat kerja golongan
obat ini di tubulus ginjal pada segmen tebal ansa henle asenden, bekerja dengan
cara menghambat reabsorbsi eletrolit atau kotranspor Na+/K+/2Cl+ oleh
karena tempat kerja inilah maka diuretik kuat sering disebut dengan loop
diuretik2,4.
Sediaan
Obat
Adapun yang termasuk golongan diuretik kuat adalah :
Furosemid, Torsemid, Asam Etakrinat dan Bumetamid,
namun Furosemid merupakan sediaan
diuretik kuat yang sering digunakan di klinik. Di apotik Indonesia Furosemid
tersedia dalam sedian tablet 20 mg
dan 40 mg dan ampul injeksi yang
berisi 20 mg/2mL3.
Efek Simpang
Efek yang tidak diinginkan dapat muncul akibat
penggunaan diuretik kuat adalah :
1.
Gangguan cairan dan
elektrolit
antara lain hipotensi, hiponatremia, hipokalsemia, hipokloremia, hipokalsemia,
hipomagnesemia.
2.
Ototoksisitas, terutama jika diberikan
secara intra vena dan dalam jangka panjang sehingga menyebabkan ketulian
reversibel maupun irreversibel2,4.
3. Hipotensi,sebagai akibat
berkurangnya volume intravaskular akibat eksresi urin yang bertambah.
4. Efek metabolik berupa hiperurisemia,
hiperglisemia, peningkatan kadar HDL dan trigliserida, penurunan kadar HDL.
5.
Reaksi alergi, terutama pada pasien
dengan riwayat alergi sulfonamid.
6.
Nefritis interstisialis alegik.
Interaksi
Obat
1. Dapat
menyebabkan aritmia bila diberikan
bersamaan dengan digitalis atau obat
antiaritmia.Oleh sebab itu diuretik
kuat tidak dianjurkan pada pasien dengan aritmia4.
2.
Peningkatan
resiko terjadinya nefrotoksisitas
bisa terjadi bila diberikan bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan sisplatin.
3.
Efek diuretiknya dapat berkurang bila diberikan bersamaan
dengan probenesid.
4.
Efek
furosemid dapat diantagonis dengan kortikosteroid dan indometasin.
5.
Dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin bila
digunakan bersamaan.
Penggunaan
Klinik
1. Mengatasi
komplikasi gagal jantung kongesti
seperti udema paru akut, udema ektremitas dan asites2.
2.
Edema refrakter akibat sirosis hati dan
gagal ginjal fase awal namun Kontraindikasi
pada gagal ginjal anuria2.
3.
Untuk
udema perifer, dan kasus udema
dengan penurunan fungsi ginjal4.
4. Penggunaan
sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan sebaiknya dihindari penggunaan diuretik
pada udema ringan yang sudah dapat diatasi dengan pertambahan gerak tubuh.
Dosis dan
Efek
Dosis dapat dimulai dari 10 mg- 40 mg oral 2 kali sehari misalnya pada kasus hipertensi atau
20-80 mg iv, 2-3 kali sehari pada kasus gagal jantung kongesti. Rentang
dosis aman 250-2000 mg oral/iv2.
Lama kerja furosemid 4-5 jam, sedangkan efek masimal
nya diperoleh rata-rata setelah 1,5 jam setelah pemberian, dan dapat
menghasilkan diuresis 10-20 menit setelah pemberian.
Daftar Pustaka
1. Miller
EG, Doshi A. Diuretic use in the treatment of hypertension, by selected
population characteristic.Medical expenditure panel survey; 2006.
2. Nafrialdi.
Diuretik dan antidiuretik. Farmakologi dan Terapi FK UI edisi 5; 2008,p.
389-409.
3.
IAI.
Diuretik. Informasi spesialite obat indonesia.vol 49; 2014-2015,p.244-46.
4.
Neal
MJ.Obat yang bekerja pada ginjal-diuretik. At a Glanve Farmakologi Medis edisi
V;2006,p.34-5.